

Kejaksaan Tinggi Jawa Timur yang dipimpin Dr. Mia Amiati, SH, MH, CMA, CSSL, melaksanakan Ekspose Mandiri terhadap 12 perkara pidana yang diajukan untuk dihentikan penuntutannya berdasarkan konsep Keadilan Restoratif.
Kegiatan ini dilakukan di kantor Kejaksaan Tinggi Jatim dan dihadiri oleh Wakajati, Aspidum, Koordinator, serta para Kasi di bidang Pidana Umum. Ekspose ini juga dihadiri Kajari dari berbagai daerah, seperti Surabaya, Tanjungperak, Bondowoso, Trenggalek, dan Ngawi.
Dalam kesempatan ini, 12 perkara yang dibahas terdiri dari berbagai jenis pelanggaran hukum. Berikut adalah rincian perkara yang diajukan untuk dihentikan penuntutannya:
1. Pencurian: Terdapat empat perkara pencurian yang memenuhi ketentuan Pasal 362 KUHP, diajukan oleh Kejari Surabaya, Kejari Bondowoso, Kejari Tanjungperak, dan Kejari Ngawi, masing-masing satu perkara.
2. Penadahan: Empat perkara penadahan yang memenuhi Pasal 480 KUHP, diajukan oleh Kejari Tanjungperak.
3. Kecelakaan Lalu Lintas: Satu perkara laka lantas, sesuai Pasal 310 ayat (4) UU RI No. 22 Tahun 2009, yang diajukan oleh Kejari Surabaya.
4. Penganiayaan: Satu perkara penganiayaan yang memenuhi Pasal 351 ayat (1) KUHP, diajukan oleh Kejari Trenggalek.
5. Penipuan: Satu perkara penipuan yang melanggar Pasal 378 KUHP, diajukan oleh Kejari Tanjungperak.
6. Penyalahgunaan Narkotika: Satu perkara penyalahgunaan narkotika, dengan tersangka I Priyantoko Bin Rusdi dan tersangka II Muhamat Frada Bin Sudarsono, yang disangka melanggar Pasal 114 (1), Pasal 112 (1), dan Pasal 127 Ayat (1) huruf a UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika.
Meskipun demikian, perlu juga digarisbawahi keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi kesalahan serupa.
Untuk itu, permohonan pengajuan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif tersebut harus memenuhi syarat sebagai berikut:
Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana yang ancaman pidananya tidak lebih dari 5 tahun penjara;
Telah ada kesepakatan perdamaian antara Korban dan Tersangka dan hak korban terlah dipulihkan Kembali serta masyarakat merespons positif dan khusus untuk Perkara Penyalahgunaan Narkotika, penghentian penuntutan harus mempertimbangkan bahwa tersangka hanya sebagai penyalahguna narkoba untuk dirinya sendiri (end-user); tersangka tidak berperan sebagai produsen, bandar, pengedar dan kurir terkait jaringan gelap narkotika; tersangka bukan merupakan residivis kasus narkotika ; tersangka tidak pernah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO);
Sudah ada Surat Rekomendasi Tim Asesmen Terpadu BNNK setempat dan tim dokter yang menyatakan dan kesimpulan terhadap tersangka layak untuk direhabilitasi.
Perkara penggelapan sepeda motor oleh marbot Masjid karena terdesak kebutuhan melunasi utang.
Baca SelengkapnyaPemeriksaan kedua saksi tersebut dilakukan atas nama tersangka Korporasi PT Refined Bangka Tin dkk
Baca SelengkapnyaBelasan perkara tersebut berasal dari pengajuan 12 Kejaksaan Negeri dengan menyeret 20 tersangka
Baca SelengkapnyaMelalui kebijakan restorative justice, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan.
Baca SelengkapnyaMAKI menilai salah satu lembaga penegak hukum jarang melakukan OTT namun sekalinya digelar menemukan barang bukti Rp1 triliun
Baca SelengkapnyaSalah satu perkara yang disetujui adalah kasus penamparan terhadap anak yang menyebabkan luka
Baca SelengkapnyaPermohonan penghentian penuntutan perkara melalui restorative justice diajukan oleh 3 Kejari
Baca SelengkapnyaAdapun untuk perkara lainnya adalah penggelapan, penadahan dan penganiayaan.
Baca SelengkapnyaSalah satu buronan yang tertangkap merupakan terpidana dalam perkara penggelapan
Baca SelengkapnyaPara Kajari diminta untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif
Baca SelengkapnyaAhli dalam memberikan keterangan dengan dasar pengetahuannya adalah bebas dan dijamin oleh undang-undang
Baca SelengkapnyaMelalui kebijakan restorative justice, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan.
Baca SelengkapnyaData jumlah rumah keadilan restoratif atau Rumah RJ yang telah berdiri hingga Desember 2024 sebanyak 4.654
Baca SelengkapnyaKeempat perkara yang disetujui tersebut melibatkan 5 orang tersangka
Baca SelengkapnyaPermohonan penyelesaikan perkara melalui restorative justice tersebut diajukan oleh 8 Kejaksaan Negeri*
Baca SelengkapnyaHasil asesmen terpadu menunjukan para Tersangka dikualifikasikan sebagai pecandu narkotika, korban penyalahgunaan narkotika, atau penyalah guna narkotika
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum telah memberikan persetujuan permohonan penyelesaian 5 perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice
Baca SelengkapnyaPersetujuan restorative justice diberikan Jaksa Agung melalui JAM-Pidum dalam ekspose virtual
Baca SelengkapnyaPara tersangka dinilai tidak berperan sebagai produsen, bandar, pengedar, dan kurir terkait jaringan narkotika
Baca SelengkapnyaKeadilan restoratif menjadi solusi terbaik. Dengan catatan, kepentingan korban tetap diutamakan dalam penyelesaian perkara.
Baca SelengkapnyaPermohonan restorative justice yang ditolak dikarenakan bertentangan dengan nilai-nilai dasar sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020
Baca SelengkapnyaTiga perkara yang disetujui JAM-Pidum diselesaikan lewat restorative justice terkait kasus pencurian dan penganiayaan
Baca SelengkapnyaAdapun berkas perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif, yaitu:
Baca SelengkapnyaPerkara yang diajukan 4 Kejari itu terkait dengan kasus pencurian dan penggelapan
Baca Selengkapnyapermohonan pengajuan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif tersebut harus memenuhi syarat sebagaimana diatur di dalam Perja No 15 Tahun 2020.
Baca SelengkapnyaInstall Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id