

Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Asep Nana Mulyana memimpin ekspose dalam rangka menyetujui 1 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme keadilan restoratif, Senin 29 Juli 2024.
Salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap tersangka Halimah binti Hapli dari Kejaksaan Negeri Prabumulih, yang disangka melanggar 362 KUHP tentang pencurian.
Perkara ini bermula saat tersangka Halimah binti Hapli menginap di rumah orangtuanya. Setelah sehari menginap, tersangka melihat rumah saksi Mimi Binti Nang Uning sering ditinggal dan tampak sepi sehingga timbul niat tersangka untuk melakukan pencurian di rumah tersebut.
Tersangka langsung masuk ke rumah tersebut yang kebetulan tidak dikunci. Tersangka langsung mengambil handphone merk OPPO seri A74 warna hitam biru yang terletak di atas kursi ruang tamu.
Selanjutnya tersangka memasukan handphone tersebut ke saku celana dan meninggal rumah saksi. Tersangka lalu pulang ke rumah orangtuanya. Akibatnya perbuatan tersangka, saksi Mimi Binti Nang Uning mengalami kerugian sebesar Rp3,4 juta.
Mengetahui kasus tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Prabumulih Khristiya Lutfiasandhi dan Kasi Pidum Mirsyah Riza serta Jaksa Efran, Rozza Syaputra, Muhammad Ilham, dan Khilluwa Nadhifa menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada korban. Setelah itu, korban menerima permintaan maaf dari Tersangka dan meminta agar proses hukum dihentikan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.
Kejagung mengharapkkan Indonesia akan dikenal sebagai negara yang aman untuk berbisnis di bidang teknologi
Baca SelengkapnyaPerkara penggelapan sepeda motor oleh marbot Masjid karena terdesak kebutuhan melunasi utang.
Baca SelengkapnyaPemeriksaan kedua saksi tersebut dilakukan atas nama tersangka Korporasi PT Refined Bangka Tin dkk
Baca SelengkapnyaBelasan perkara tersebut berasal dari pengajuan 12 Kejaksaan Negeri dengan menyeret 20 tersangka
Baca SelengkapnyaMelalui kebijakan restorative justice, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan.
Baca SelengkapnyaMAKI menilai salah satu lembaga penegak hukum jarang melakukan OTT namun sekalinya digelar menemukan barang bukti Rp1 triliun
Baca SelengkapnyaSalah satu perkara yang disetujui adalah kasus penamparan terhadap anak yang menyebabkan luka
Baca SelengkapnyaPermohonan penghentian penuntutan perkara melalui restorative justice diajukan oleh 3 Kejari
Baca SelengkapnyaAdapun untuk perkara lainnya adalah penggelapan, penadahan dan penganiayaan.
Baca SelengkapnyaSalah satu buronan yang tertangkap merupakan terpidana dalam perkara penggelapan
Baca SelengkapnyaPara Kajari diminta untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif
Baca SelengkapnyaAhli dalam memberikan keterangan dengan dasar pengetahuannya adalah bebas dan dijamin oleh undang-undang
Baca SelengkapnyaMelalui kebijakan restorative justice, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan.
Baca SelengkapnyaData jumlah rumah keadilan restoratif atau Rumah RJ yang telah berdiri hingga Desember 2024 sebanyak 4.654
Baca SelengkapnyaKeempat perkara yang disetujui tersebut melibatkan 5 orang tersangka
Baca SelengkapnyaKerja sama ini merupakan salah satu upaya menjalankan blue print Transformasi Penuntutan Menuju Indonesia Emas 2045
Baca SelengkapnyaPermohonan penyelesaikan perkara melalui restorative justice tersebut diajukan oleh 8 Kejaksaan Negeri*
Baca SelengkapnyaHasil asesmen terpadu menunjukan para Tersangka dikualifikasikan sebagai pecandu narkotika, korban penyalahgunaan narkotika, atau penyalah guna narkotika
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum telah memberikan persetujuan permohonan penyelesaian 5 perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice
Baca SelengkapnyaPersetujuan restorative justice diberikan Jaksa Agung melalui JAM-Pidum dalam ekspose virtual
Baca SelengkapnyaPara tersangka dinilai tidak berperan sebagai produsen, bandar, pengedar, dan kurir terkait jaringan narkotika
Baca SelengkapnyaKeadilan restoratif menjadi solusi terbaik. Dengan catatan, kepentingan korban tetap diutamakan dalam penyelesaian perkara.
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum memberikan arahan tentang langkah-langkah strategis dalam penegakan hukum tindak pidana narkotika
Baca SelengkapnyaPermohonan restorative justice yang ditolak dikarenakan bertentangan dengan nilai-nilai dasar sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020
Baca SelengkapnyaTiga perkara yang disetujui JAM-Pidum diselesaikan lewat restorative justice terkait kasus pencurian dan penganiayaan
Baca SelengkapnyaInstall Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id